Kecerdasan emosi berasal dari keluarga
Kecerdasan Emosi Berasal Dari Keluarga. Pada ahli psikologi dan pendidikan mengakui bahwa saat ini IQ bukanlah patokan keberhasilan individu di masa dewasanya. Ada sebuah factor lain di luar IQ yang mendukung kebrehasilan seseorang, yaitu kecerdasan emosi.
Kecerdasan emosi mencakup kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekukan, semangat, dan motivasi diri, empati dan kecakapan sosial (Goleman, 1995). Apabila membaca definisi tersebut, tentu setiap orangtua menyadari bahwa inilah yang dibutuhkan bagi anak-anaknya untuk sukses, di sekolah maupun dalam pergaulannya.
Tak ada satu pun orang yang mengingkari bahwa anak harus tekun dan semangat belajar untuk menyerap ilmu agar berhasil saat ujian di sekolah. Namun, tak sedikit yang belum berhasil dalam prestasi akademis. Bukan karena bodoh, tapi hal tersebut berasal dari ketidakmampuan anak mengendalikan dorongan hati. Semua orangtua harus menyadari bahwa kecerdasan emosi ini tidak terbentuk dengan sendirinya. Banyak peran orangtua dalam keluarga yang membentuk bagaimana kecerdasan emosi anak
Bayangkan sebuah rumah yang didalamnya semua anggota keluarga haruslah bagaimana ria, bagaimana, dan tanang. Orang tua mengatakan bahwa mereka lebih suka bila anak-anaknya puas dan optimis, selalu melihat sisi baik dari segala hal, tidak pernah mengeluh, tidak pernah menggunjingkan seseorang atau sesuatu. Tiada toleransi terhadap kesedihan ataupun amarah karena itu dianggap sebagai kegagalan. Padahal justru saat orangtua tidak keberatan bila anak-anak memperlihatkan amarah, kesedihan, atau rasa takut dan tidak mengabaikannya maka sesungguhnya orangtua telah mengajarkan pendidikan emosi di dalamnya (Gottman & DeClaire, 1997).
Orangtua bisa menggunakan emosi negative yang ditujukan anaknya sebagai peluang mengajarkan tentang pelajaran hidup dan membangun hubungan erat. Saat sedih dan marah yang diraskan oleh anak adalah saat yang paling penting dan dibutuhkan untuk menjalin hubungan antara orangtua dan anak.
Orangtua yang “hangat” dan “positif” belumlah cukup untuk mencerdaskan anak secara emosi. Pada kenyataannya, biasanya orang tua mengasihi dan penuh perhatian pada anaknya namun tidak mampu secara efektif mengatasi perasaan-perasaan negative anak-anak mereka.
Caranya, jadilah orangtua yang mau menerima kesedihan atau amarah yang tampil pada anak-anak mereka dengan menunjukkan empatinya. Bantu anak memberi nama pada perasaan-perasaan negatifnya itu dan dampingi saat ia marah ataupun menangis dalam batasan waktu agar anak tidak terus terlarut dalam perasaan tersebut. Barulah orangtua mengalihkan anak dari preasaan tersebut pada hal-hal yang menyenangkan yang bisa dialaminya. Hal ini sangatlah bisa dilakukan semua orangtua dan merupakan landasan dasar membentuk anak cerdas secara emosi.
by. Syam
Comments
Post a Comment