Strategi pengembangan SDM
Strategi pengembangan SDM. Cukup terhenyak juga saya ketika membaca tulisan “Pengalaman Franchisee yang tidak happy” Info Franchise edisi 15 Juli - 14 Agustus 2008 lalu. “Dari sisi profit pun Bimada mengakui masih kecil. Tetapi yang membuatnya kecewa adalah support SDM yang diberikan oleh Franchisor tidak memenuhi standar bisnis resto yang membutuhkan layanan baik.
Bimada harus menelah kegagalannya di bisnis itu. Bagi Bimada, kegagalan bukan datang dari dirinya, tetapi dari Franchisor yang tidak prima menyediakan support, termasuk sistem. Training yang diberikan hanya dalam waktu singkat, yang tidak cukup bagainya untuk mengadopsi keahlian untk menjalankan bisnis tersebut.” Padahal Bimada menjadi Francisee bisnis mie yang membludak dan menjadi buah bibir di kalangan konsumennya.
Dalam hukum per”bisnis”an, hal pertama yang sebenarnya harus diperhatikan adalah keberhasilan dalam menjual, bukan dana sebagaimana yang ada di benak sebagian besar orang. Setelah penjualan jalan, perhatian selanjutnya adalah kepada manusianya, Sumber Daya Manusia (SDM). Kualitas SDM akan menentukan apakah bisnisnya bisa langgeng ataukah tidak. Kita bisa menilai apakah pebisnis tersebut benar-benar serius atau tidak (baca opportunis) manakala kita melihat seberapa jauh ia menyiapkan SDM baik bagi dirinya, Franchisor, maupun bagi para Franchiseenya.
Apabila dicermati dalam tulisan lainnya penyebab kekecewaan para Franchisee, hanya dua hal, yakni ketamakan Franchisor serta Perijinan yang merupakan masalah non-SDM. 10 sisanya berakar pada kualiltas SDM. Pengalaman lebih dari 10 tahun International Franchise Business Management (IFBM) Consultant pun menceritakan hal yang sreupa.
Ada beberapa kasus dimana dalam masa awal bimbingan client-nya ditemukan adanya ketidak siapan SDM dalam mengembangkan sistem Franchisenya. Secara otomatis, pembenahan SDM ini biasanya menjadi satu kesatuan dalam proses pembimbingannya.
Bagaimana selanjutnya ....? Ada tiga hal yang harus disiapkan pemilik usaha dalam pengembangan SDM-nya, yakni mengembangkan mind set, kesabaran menekuninya, dan mengoptimalkan strategi yang diambil. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menanamkan pola berpikir SDM, SDM, dan SDM pada top level pengambil kebijakan. Menanamkan ini berarti mengembangkan mind set yang tadinya keberhasilan adalah hanya sebatas menjual sesuatu yang bisa menjadi mislead-menjadi munculnya pertumbuhan bisnis yang dilakukan oleh tim SDM.
Setelah itu, perlunya memahami bahwa mengembangkan SDM membutuhkan kesabaran. Para enterpreneur tumbuh biasanya dari perjuangan secara pribadi. Akumulasi pengalaman jatuh bangun- mengatasi persoalan pengembangan bisnisnya hanya dimiliki oleh dirinya, tidak juga keluarganya, apalagi orang lain. Secara tidak sadar, dalam mendiskusikan masalah usahanya ia berasumsi bahwa para staf maupun tim-nya memiliki pengalaman yang sama sehingga diharapkan langsung nyambung, sesuatu yang tidak realistis mengingat adanya kesenjangan pengalaman tersebut.
Ketidak sadaran ini mendorong bertindak tergesa-gesa untuk tidak mempercayai tim-nya bahkan segera meninggalkannya. Catatan lainnya juga adalah kita perlu menyadari bahwa di sini kita tidak hanya berbicara dan membentuk regular aset seperti mesin, tetapi “aset” manusia yang dapat merespon-enak maupun tidak enak, memiliki perasaan dan mood- bisa baik dan buruk-yang akan mempengaruhi hasil kerjanya. Bagus di suatu masa atau keadaan, belum tentu sama pada masa atau keadaan lain waktu. Dalam menilai meupun memberikan pengarahan tugas, pemahaman atas kondisi menusianya menjadi hal penting juga. Bad timing akan bisa menghasilkan bad resut.
Bagaimana mengoptimalkan strategi yang diambil? Di sini ada dua strategi dalam pengembangan SDM. Membangun “lembaga pengembangan SDM internal” atau meng “out source”kan. Masing-masing tentunya memiliki plus and minus, dari segi cost, segi security, dan dari segi kepusingan. Pengembangan SDM internally perlu disikapi bahwa tidak hanyak sebatas pembentukan divisi Human Resources Development (HRD) yang lemah visinya. Kebanyakan yang terjadi adalah diadakannya HRD atas Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) yang hanya sebatas merekrut, “melatih” dan mengadministrasikan tanpa memahami bagaimana cara mewujudkan SDM yang diharapkan.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mebangun SDM, pertama adalah pebangunan knowledge, kedua skil, dan ketiga adalah motivation. Seminar, Training atau pelatihan biasanya memberikan knowledge atau paling jauh adalah skill. Jangan berharap bahwa selepasnya seseorang dari mengikuti training apalagi seminar akan langsung dapat terbentuk kualitas kerja SDM sebagaimana yang diharapkan. Baik outsource ataupun dikembangkan internal, ketiga hal tersebut perlu ada.
Selain kepusingan maka kelemahan lain dari pendidikan internal adalah knowledge-nya yang biasanya tidak berkembang. Knowledge para Training Manajer seringkali hanya berdasar pengalaman pribadinya saja. Pada lembaga outsource, biasanya mereka memiliki pengetahuan up to date mengenai pendidikan dan pelatihan. Semakin besar jaringan atau network yang dimilikinya, maka semakin luas dan dalam knowledge yang dimiliki outsource tersebut.
Kebiasaan lain yang sering terjadi adalah memanfaatkan lembaga outsource hanya sebatas dalam memberikan pendidikan atau pelatihan saja. Sebenarnya perusahaan dapat memanfaatkan lembaga outsource lebih maksimal dengan melakukan kerjasama pengembangan SDM yang lebih luas. Hanya saja disini perusahaan akan dituntut untuk membuka dirinya terhadap lembaga outsource lebih jauh dalam upaya pengembangan SDM-nya. Pada akhirnya, strategi mana yang akan diambil, terpulang kepada visi-misi serta kondisi perusahaan. Selamat mencobat.
Comments
Post a Comment